Feminisme Dalam Sastera, sudah lapuk?
Jumaat lalu saya menjadi salah seorang panel dalam Wacana Pena, judul wacana ini sebenarnya tidak perlu dibahaskan lagi sebab jawabannya bertebaran di luar sana. Bukan sebab ia tidak penting untuk dibahaskan tetapi ketika berbahas serius sekalipun, kita tidak menemui satu cara yang paling tepat membicarakannya. Ini juga satu hikmah berwacana, selalu ada persoalan lain yang timbul. Saya bukan penulis yang terikat dengan konsep keperluan memasukkan semua unsur perjuangan wanita (tapi bersikap terbuka dan menghargai idealisme dan intelektualiti) hingga membuka peluang kepada saya kehilangan kebebasan kreativiti. Sengaja saya tidak menjawab panjang-panjang (dengan wajah tension lagi, hahaha) sebab ia nyaris-nyaris gagal untuk dibicarakan kerana selagi soalan seperti 1). Adakah feminisme ini sudah lapuk? 2). Perlukah ia diterapkan ke dalam penulisan? 3). Perlukah penulis wanita menulis tentang nasib wanita? Ia akan membuka pertanyaan kali kedua, ketiga dan seterusnya ...